BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik, dengan menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dengan anak didik.
Ketika kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik maupun yang bersumber dari luar diri anak didik, harus guru hilangkan dan bukan membiarkannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan oleh guru dalam mengelola kelas.
Dalam mengajar pendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bias merugikan anak didik. Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai mahliuk yang sama dan tidak ada dalam perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa pendekatan yang diajukan dalam pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai masalah dalam kegiatan belajar.
Maka ditulislah makalah yang berjudul ” Pendekatan dalam Pembelajaran”
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran ?
1.2.2 Apa macam-macam pendekatan dalam pembelajaran ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka adapun tujuannya yaitu:
1.3.1 Mengetahui definisi pendekatan pembelajaran
1.3.2 Mengetahui macam-macam pendekatan dalam pembelajaran
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan melalui penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagi pembaca : penulisan makalah ini dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan tentang pendekatan dalam pembelajaran
1.4.2 Bagi penulis : penulisan makalah ini dapat dijadikan sebagai latihan menyusun suatu makalah dan penulis sebagai calon guru mampu mengenali macam-macam pendekatan dalam pembelajaran. Agar mendukung untuk calon guru nantinya dalam melaksanakan praktek pembelajaran di kelas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pendekatan Pembelajaran dalam Hierarki Pembelajaran
Strategi pembelajaran berbeda dengan pendekatan (approach) dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan dapat bersumber dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) mengemukakan dua pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approach). Pendekatan yang berpusat pada guru misalnya menurunkan strategi pembelajaran ekspositori atau pembelajaran langsung (direct instruction). Sedangkan, pendekatan yang berpusat pada siswa antara lain menurunkan strategi discovery dan inquiry.
2.2 Macam – Macam Pendekatan Dalam Pembelajaran
Adapun macam-macam dari pendekatan dalam pembelajaran yaitu :
- Pendekatan individual
Di kelas ada sekelompok anak didik. Mereka duduk di kursi masing-masing. Mereka berkelompok dari dua sampai 3 orang. Di depan mereka ada meja untuk membaca dan menulis atau untuk meletakkan fasilitas belajar. Mereka belajar dengan gaya yang berbeda-beda. Perilaku mereka juga bermacam-macam. Cara mengemukakan pendapat, cara berpakaian daya serap, tingkat kecerdasan dan sebagainya, selalu ada variasinya. Masing-masing anak didik memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang lain.
Perbedaan individual anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Dengan kata lain, guru harus melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila tidak, maka strategi belajar tuntas atau mastery learning yang menuntut penguasan penuh kepada anak didik tidak akan pernah tidak akan pernah menjadi kenyataan. Paling tidak dengan pendekatan individual dapat diharapkan kepada anak didik dengan tingkat penguasan optimal.
Pada kasus-kasus tertentu yang timbul dalam kegiatan belajar-mengajar, dapat diatasi dengan pendekatan individual, misalnya untuk menghentikan peserta didik yang suka bicara. Dalam kasus ini dapat digunakan memisahkan / memindahkan salah satu peserta didik tersebut pada tempat yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh. Peserta didik yang suka bicara ditempatkan pada kelompok peserta didik yang pendiam.
Pendekatan individual mempunyai arti yang sangat penting bagi kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Pemilihan metode tidak bisa begitu saja mengabaikan kegunaan pendekatan individual, sehingga guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan pendekatan individual terhadap anak didik di kelas. Persoalan kesulitan belajar anak lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individual, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.
- Pendekatan kelompok
Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan dan perlu digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap social anak didik. Hal ini disadari bahwa anak didik adalah sejenis mahluk homo socius, yakni mahluk yang berkecendrungan untuk hidup bersama.
Dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat ditumbuh kembangkan rasa social yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egois yang ada dalam diri masing-masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan social di kelas. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua mahluk hidup di dunia. Tidak ada mahluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan mahluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, mahluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan mahluk tertentu.
Peserta didik yang dibiasakan hidup bersama dan bekerja sama dalam kelompok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu mereka yang mempunyai kekurangan. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan tanpa ada rasa minder. Persaingan yang positif pun dapat terjadi di kelas dalam rangka mencapai prestasi belajar yang optimal. Inilah yang diharapkan, yakni peserta didik aktif, kreatif, dan mandiri.
Ketika guru ingin menggunakan pendekatan kelompok, guru harus mempertimbangkan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan tujuan, sesuai dengan fasilitas belajar pendukung yang ada, metode yang akan dipakai sudah dikuasai, dan bahan yang akan diberikan kepada peserta didik cocok. Karena itu, pendekatan kelompok tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi banyak hal yang berpengaruh yang harus dipertimbangkan dalam penggunaannya.
Dalam pengelolaan kelas, terutama yang berhubungan dengan penempatan peserta didik, pendekatan kelompok sangat diperlukan. Perbedaan individual peserta didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis dapat dijadikan sebagai pijakan dalam menentukan pendekatan kelompok.
Beberapa pengarang mengatakan, keakraban atau kesatuan kelompok ditentukan oleh tarikan-tarikan interpersonal, atau saling menyukai satu sama lain. Yang mempunyai kecendrungan menemakan keakraban sebagai tarikan kelompok adalah merupakan satu-satunya factor yang menyebabkan kelompok bersatu.
Keakraban kelompok ditentukan oleh beberapa factor, yaitu:
1. Perasaan diterima atau disukai teman-teman;
2. Tarikan kelompok;
3. Teknik pengelompokan oleh guru;
4. Partisipasi/keterlibatan dalam kelompok;
5. Penerimaan tujuan kelompok dan persetujuan dalam cara mencapainya;
6. Struktur dan sifat-sifat kelompok. Sedang sifat-sifat kelompok itu adalah:
a. Suatu multi personalia dengan tingkat keakraban tertentu;
b. Suatu system interaksi;
c. Suatu organisasi atau struktur;
d. Merupakan suatu motif tertentu atas tujuan bersama;
e. Merupakan suatu kekuatan atau standar prilaku tertentu;
f. Pola prilaku yang dapat diobservasi yang disebut kepribadian.
Akhirnya, guru dapat memanfaatkan pendekatan kelompok demi untuk kepentingan pengelolaan pengajaran pada umumnya dan pengelolaan kelas pada khususnya.
- Pendekatan bervariasi
Ketika guru dihadapkan kepada permasalahan peserta didik yang bermasalah, guru akan berhadapan dengan permasalahan peserta didik yang bervariasi. Setiap masalah yang dihadapi oleh peserta didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan dalam belajar, misalnya dalam hal motivasi. Ada peserta didik yang memiliki motivasi rendah, dan ada yang bergairah belajar, ada pula yang kurang bergairah. Diantara mereka ada yang duduk dan berbicara (berbincang-bincang) satu sama lain tentang hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan masalah pelajaran.
Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif dalam waktu yang relative lama. Bila terjadi perubahan suasana kelas, sulit menormalkan kembali. Ini sebagai tanda adanya gangguan dalam proses belajar mengajar. Akibatnya, jalannya pelajaran menjadi kurang efektif. Efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan pun menjadi terganggu, disebabkan anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode yang hanya satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan, karena memang gangguan itu terpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu, dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali menggunakan satu metode.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru bisa saja membagi peserta didik ke dalam beberapa kelompok belajar. Tetapi dalam hal ini, terkadang diperlukan juga pendapat dan kemauan peserta didik. Bagaimana keinginan mereka masing-masing. Boleh jadi dalam suatu pertemuan ada peserta didik yang suka belajar dalam kelompok, tetapi ada juga peserta didik yang senang belajar sendiri. Bila hal ini terjadi, ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu, belajar dalam kelompok dan belajar sendiri. Akan tetapi semua masih dalam pengawasan dan bimbingan guru.
Permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik biasanya bervariasi, maka pendekatan yang digunakan bervariasi pula. Guru tidak bisa menggunakan teknik pemecahan masalah yang sama untuk memecahkan masalah yang berbeda. Kalaupun ada, itu hanya pada kasus tertentu. Perbedaan dalam teknik pemecahan kasus itulah dalam pembicaraan ini didekati dengan “pendekatan bervariasi”.
Pendekatan bervariasi bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-macam. Kasus yang biasanya muncul dalam pengajaran dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan masalah untuk setiap kasus. Maka kiranya pendekatan bervariasi ini sebagai alat yang dapat guru gunakan untuk kepentingan pengajaran.
- Pendekatan edukatif
Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, dan norma agama. Contoh: sebelum masuk kelas, para siswa diminta untuk berbaris yg dipimpin oleh ketua kelas(nilai kepemipinan)
Apa pun yang dilakukan guru dalam pendidikan dan pengajaran memiliki tujuan mendidik, bukan karena motif-motif lain, seperti dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya. Peserta didik yang telah melakukan kesalahan, yakni membuat keributan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran, tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul badannya hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang guru lakukan harus bemilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik peserta didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial, dan norma agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada peserta didik. Salah satu contoh, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan dibiarkan masuk dulu, tetapi suruh mereka bebaris di depan pintu masuk dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua dengan pandangan terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri sambil mengontrol bagaimana anak-anak berbaris di depan pintu masuk kelas. Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu per satu masuk kelas. Mereka satu per satu menyalami guru sambil mencium tangan guru. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.
Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah dilakukan oleh guru dengan menyuruh peserta didik berbaris di depan pintu masuk kelas. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak peserta didik dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah membimbing peserta didik bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya, membina bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua perintahnya yang bernilai kebaikan.
Guru yang hanya mengajar di kelas belum tentu dapat menjamin terbentuknya kepribadian peserta didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan guru yang mengambil jarak dengan peserta didik. Kerawanan hubungan guru dengan peserta didik disebabkan komunikasi antara guru dengan peserta didik yang kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru untuk melakukan pendekatan edukatif kepada peserta didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan peserta didik dan tidak mau tahu dengan masalah yang dirasakan peserta didik membuat peserta didik apatis dan tertutup terhadap apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan dalam pendidikan, karena menyebabkan peserta didik menjadi orang yang introvert (tertutup).
Kasuistis yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi bermacam-macam jenis dan tingkat kesukaran. Hal ini menghendaki pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi, selain ada yang dapat didekati dengan pendekatan individual, ada yang dapat didekati dengan pendekatan kelompok, dan ada pula yang dapat didekati dengan pendekatan bervariasi. Namun yang penting untuk diingat adalah bahwa pendekatan individual harus berdampingan dengan pendekatan edukatif; pendekatan kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian, semua pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan untuk mendidik.
- Pendekatan pengalaman
Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik. Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa pun juga. Belajar dari pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara, atau tidak pernah berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan kegiatan. Karena itu, the proses of learning is doing, reacting, undergoing, experiencing. The products of learning are all achieved by the learner through his own activity. (H.C. Witherington dan W.H. Burton, 1986: 57)
Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun tidak semua pengalaman bersifat mendidik (educative experience) karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik miseducative experience). Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik, bila guru tidak membawa anak ke arah tujuan pendidikan, misalnya “mendidik anak menjadi pencopet.” Karena itu, ciri-ciri pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi anak (meaningful), kontinu dengan kehidupan anak, interaktif dengan lingkungan, dan menambah integritas anak.
Betapa tingginya nilai suatu pengalaman, maka disadari akan pentingnya pengalaman itu bagi perkembangan jiwa anak. Sehingga dijadikanlah pengalaman itu sebagai suatu pendekatan. Maka jadilah “pendekatan pengalaman” sebagai frase yang baku dan diakui pemakaiannya dalam pendidikan.
Untuk pendidikan agama Islam, pendekatan pengalaman yaitu suatu pendekatan yang memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini siswa diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan, baik secara individu maipun kelompok. Sebagai contoh, ketika bulan Ramadhan tiba, semua kaum muslimin diwajibkan melaksanakan ibadah puasa. Di malam bulan Ramadhan biasanya setelah kaum muslimin selesai menunaikan Salat Tarawih dilanjutkan dengan kegitan ceramah agama sekitar tujuh menit (kultum) yang disampaikan oleh ulama atau da’ i/guru agama dengan penjadwalan yang telah ditentukan. Para peserta didik biasanya tidak ketinggalan untuk mendengarkan ceramah tersebut. Kegiatan peserta didik ini adalah untuk mendapatkan pengalaman keagamaan. Kegiatan ini untuk peserta didik tertentu biasanya merupakan tugas dari guru mereka dan kemudian mereka harus melaporkannya kepada guru dalam bentuk laporan tertulis yang sudah ditandatangani oleh penceramah.
Untuk pendekatan ini, metode mengajar yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan, antara lain adalah metode pemberian tugas (resitasi) dan Tanya-jawab mengenai pengalaman keagamaan peserta didik.
- Pendekatan pembiasaan
Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil, pembiasaan ini sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhimya suatu aktivitas akan menjadi milik anak di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk suatu sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian buruk pula. Begitulah biasanya yang terlihat dan yang terjadi pada diri seseorang. Karenanya, di dalam kehidupan bermasyarakat, kedua kepribadian yang bertentangan ini selalu ada dan tidak jarang menimbulkan konflik di antara mereka.
Anak kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berpikir abstrak. Anak kecil hanya dapat berpikir konkrit. Kata-kata seperti kebijaksanaan, keadilan, dan perumpamaan adalah contoh kata benda abstrak yang sukar dipikirkan oleh mereka yang belum kuat ingatannya, ia lekas melupakan apa yang sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada hal-hal yang baru, yang lain, yang disukainya. (M. Ngalim Purwanto, 1991)
Anak kecil memang belum mempunyai kewajiban, tetapi dia sudah mempunyai hak, seperti hak dipelihara, hak dilindungi, hak diberi makanan yang bergizi, dan hak mendapatkan pendidikan. Salah satu cara untuk memberikan haknya di bidang pendidikan adalah dengan cara memberikan kebiasaan yang baik dalam kehidupan mereka. Berdasarkan pembiasaan yang baik di rumah itulah anak terbiasa menurut dan taat kepada peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakat dan juga di sekolah.
Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan kadang-kadang makan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar untuk diubah. Untuk itu hal yang penting adalah pada awal kehidupan anak, orang tua menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik saja dan jangan sekali-kali mendidik anak berdusta, tidak disiplin, suka berkelahi, dan sebagainya. Tanamkanlah kebiasaan seperti ikhlas melakukan puasa, gemar menolong orang yang kesukaran, suka membantu fakir dan miskin, gemar melakukan salat lima waktu, aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang baik-baik, dan sebagainya. Pengaruh lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat tidak bisa dielakkan dalam hal ini.
J.B. Watson (1991) berpendapat, bahwa reaksi-reaksi kodrati yang dibawa sejak lahir itu sedikit sekali. Kebiasaan-kebiasaan itu terbentuk dalam perkembangan, karena latihan dan belajar. Terkait dengan itu, aliran Behaviorisme dari J.B. Watson dan aliran Empirisme dari John Locke lebih dominan daripada aliran Nativisme dari Shcopenhour.
Bertolak dari pendidikan kebiasaan itulah yang menyebabkan kebiasaan dijadikan sebagai pendekatan pembiasaan. Pendidikan agama Islam sangat penting dalam hal ini karena dengan pendidikan pembiasaan itulah diharapkan siswa senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Oleh karena itu pendekatan pembiasaan memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya baik secara individual maupun secara kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan metode mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan (drill), pelaksanaan tugas, demonstrasi dan pengalaman langsung di lapangan.
- Pendekatan emosional
Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan estetis, perasaan etis, perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur tubuh manusia, dan merasa sebagai aktivitas kejiwaan adalah suatu pernyataan jiwa yang bersifat subjektif. Hal ini dilakukan dengan mengemukakan suatu kesan senang atau tidak senang, dan umumnya tidak tergantung pada pengamatan yang dilakukan oleh indra.
Perasaan menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyanto (1991, 36), sebagai fungsi jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut “rasa senang dan tidak senang”, mempunyai sifat-sifat senang dan sedih/tidak senang, kuat dan lemah, lama dan sebentar, relatif, dan tidak berdiri sendiri sebagai pernyataan jiwa.
Ditambahkan lagi oleh mereka bahwa nilai perasaan bagi manusia pada umumnya adalah dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam sekitar, seseorang dapat ikut mengalami, menimbulkan rasa senasib dan sekewajiban sebagai manusia (perasaan religius), dapat membedakan antara makhluk bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai perasaan.
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang tergugah perasaannya berarti emosinya tergugah. Orang yang emosional adalah orang yang cepat tergugah perasaannya. Misalnya, ketika seseorang menonton film sedih di TV karena menyentuh perasaannya tersebut menangis atau sedih. Mendengar atau melihat saudaranya seiman dan seagama menderita atau meninggal dunia akibat peperangan antarbangsa di dunia, seseorang akan marah, sedih, mencaci-maki, atau mengancam, dan sebagainya.
Dalam kehidupan sosial keagamaan, perasaan seiman dan seagama mengikat perasaan seseorang sebagai orang yang beragama. Karena menyadari akan suatu kewajiban yang dibebankan di pundaknya oleh hukum agama, maka dengan kesadaran dia meyakini, memahami, dan menghayati ajaran agamanya itu. Demikian juga halnya dalam kehidupan seseorang yang beragama, dia menyadari adanya ajaran kitab sucinya yang menyuruh berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan yang munkar. Perasaan keagamaan yang demikian tumbuh dan berkembang seiring dengan bertambahnya usia seseorang, dari sejak anak hingga dewasa.
Emosi atau perasaan adalah sesuatu yang peka. Emosi akan memberi tanggapan (respons) bila ada rangsangan (stimulus) dari luar diri seseorang. Baik rangsangan verbal maupun nonverbal, mempengaruhi kadar emosi seseorang. Rangsangan verbal itu misalnya ceramah, cerita, sindiran, pujian, ejekan, berita, dialog, anjuran, perintah, dan sebagainya sedangkan rangsangan nonverbal dalam bentuk perilaku berupa sikap.
Emosi memiliki peranan yang penting dalam pembentukan kepribadian seseorang. Itulah sebabnya pendekatan emosional yang berdasarkan emosi dijadikan sebagai salah satu pendekatan dan pendidikan dan pengajaran. Metode mengajar yang dapat digunakan adalah metode ceramah, metode bercerita dan metode sosiodrama.
- Pendekatan rasional
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah makhluk yang sempurna diciptakan. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya terletak pada akal. Manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk lainnya seperti binatang dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah yang dapat berpikir, sedangkan makhluk lainnya tidak mampu berpikir.
Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatah yang buruk, mana kebenaran dan mana kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula dapat membuktikan dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pencipta atas segala sesuatu di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal untuk memikirkan dan memecahkan sesuatu, tetapi diyakini pula bahwa dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan teknologi modern. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai homo sapien, yakni makhluk yang berkecenderungan untuk berpikir.
Akal atau rasio memang mempunyai potensi untuk menaklukkan dunia. Tetapi jangan sampai mempertuhankan akal. Karena hal itu akan menggelincirkan keimanan terhadap ajaran agama. Sebaiknya, akal dijadikan alat untuk membuktikan kebenaran ajaran-ajaran agama. Dengan begitu, keyakinan terhadap agama yang dianut bertambah kokoh.
Di sekolah peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan. Perkembangan berpikir anak dibimbing ke arah yang lebih baik, sesuai dengan tingkat usia anak. Perkembangan berpikir anak mulai dari yang konkret sampai yang abstrak. Untuk itu pembuktian suatu kebenaran, dalil, prinsip, atau hukum menghendaki dari hal-hal yang sangat sederhana menuju ke kompleks. Pembuktian tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah keagamaan harus sesuai dengan tingkat berpikir anak. Kesalahan pembuktian akan berakibat fatal bagi perkembangan jiwa anak. Usaha yang terpenting bagi guru adalah bagaimana memberikan peranan kepada akal (rasio) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama, termasuk mencoba memahami hikmah dan fungsi ajaran agama.
Karena keampuhan akal (rasio) itulah akhirnya dijadikan pendekatan yang disebut pendekatan rasional guna kepentingan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Untuk mendukung pemakaian pendekatan ini, maka metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah metode ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, latihan, dan pemberian tugas.
- Pendekatan fungsional
Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya sekadar pengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Anak dapat memanfaatkan ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk kepribadian anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu sudah fungsional di dalam diri anak.
Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi untuk diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah yang pada akhirnya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai dengan kebutuhan siswa di masyarakat.
Pendekatan fungsional yang diterapkan di sekolah diharapkan dapat menjembatani harapan tersebut. Untuk memperlicin jalan ke arah itu, tentu saja diperlukan penggunaan metode mengajar. Dalam hal ini ada beberapa metode mengajar yang perlu dipertimbangkan, antara lain adalah metode latihan, pemberian tugas, ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi.
- Pendekatan keagamaan
Pendidikan dan pelajaran di sekolah tidak hanya memberikan satu atau dua macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Semua mata pelajaran itu pada umumnya dapat dibagi menjadi mata pelajaran umum dan mata pelajaran agama. Berbagai pendekatan dalam pembahasan terdahulu dapat digunakan untuk kedua jenis mata pelajaran ini. Tentu saja penggunaannya tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Dalam praktiknya tidak hanya digunakan satu, tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih pendekatan.
Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan pendekatan keagamaan. Hal ini dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan prinsip-prinsip mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan pesan-pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum. Tentu saja guru harus menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang dipegang. Mata pelajaran biologi, misalnya, bukan terpisah dari masalah agama, tetapi ada hubungannya. Cukup banyak dalil agama yang membahas masalah biologi. Persoalannya sekarang terletak pada mau atau tidaknya guru mata pelajaran tersebut mencari dan menggali dalil-dalil dimaksud serta menafsirkannya guna mendukung penggunaan pendekatan keagamaan dalam pendidikan dan pengajaran. Surah Yaasiin, ayat 34, dan ayat 36, adalah bukti nyata bahwa pelajaran biologi tidak bisa dipisahkan dari ajaran agama. Surah Yaasiin ayat 37, 38, 39, dan 40 adalah dalil-dalil nyata pendukung pendekatan keagamaan dalam mata pelajaran fisika.
Akhirnya, pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperbaiki kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan diamalkan selama hayat siswa di kandung badan.
- Pendekatan kebermaknaan
Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan, pikiran, pendapat dan perasaan, secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris adalah bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya dan pembinaan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dalam rangka penguasaan bahasa asing guru tidak bisa mengabaikan masalah pendekatan yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar. Salah satu sebab kegagalan penguasaan bahasa asing oleh siswa, adalah kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti faktor sejarah, fasilitas, lingkungan serta kompetensi guru. Kegagalan pengajaran tersebut tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena akan menjadi masalah bagi siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang dimasukinya. Karenanya perlu dipecahkan. Salah satu alternatif ke arah pemecahan masalah tersebut diajukanlah pendekatan baru, yaitu pendekatan kebermaknaan. Beberapa konsep penting yang berkaitan dengan pendekatan ini diuraikan sebagai berikut.
1. Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan melalui struktur (tata bahasa dan kosa kata). Dengan demikian, struktur berperan sebagai alat pengungkapan makna (gagasan, pikiran, pendapat, dan perasaan).
2. Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran bahasa yang natural, didukung oleh pemahaman lintas budaya.
3. Makna dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda, baik secara lisan maupun tertulis. Suatu kalimat dapat mempunyai makna yang berbeda tergantung pada situasi saat kalimat itu digunakan. Jadi keragaman ujaran diakui keberadaannya dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis.
4. Belajar bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut sebagai bahasa sasaran baik secara lisan maupun tertulis. Belajar berkomunikasi ini perlu didukung oleh pembelajaran unsur-unsur bahasa sasaran.
5. Motivasi belajar peserta didik merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan belajamya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang diikuti peserta didik. Dengan kata lain, kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki peranan yang amat penting dalam keberhasilan belajar peserta didik.
6. Bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi peserta didik jika berhubungan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa depannya. Karena itu, pengalaman peserta didik dalam lingkungan, minat, tata nilai, dan masa depannya harus dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengajaran dan pembelajaran untuk membuat pelajaran lebih bermakna bagi siswa.
7. Dalam proses belajar-mengajar, peserta didik merupakan subjek utama, bukan sebagai objek belaka. Karena itu, ciri-ciri dan kebutuhan mereka harus dipertimbangkan dalam segala keputusan yang terkait dengan pengajaran.
8. Dalam proses belajar-mengajar guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Akhimya, perlu diikhtisarkan bahwa ada berbagai pendekatan yang dapat dipergunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yaitu pendekatan individual, pendekatan kelompok, pendekatan bervariasi, pendekatan edukatif, pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional, pendekatan rasional, pendekatan fungsional, pendekatan keagamaan, dan pendekatan kebermaknaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Berdasarkan subjek dan objek, Roy Killen (1998) mengemukakan dua pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered approach). Pendekatan yang berpusat pada guru misalnya menurunkan strategi pembelajaran ekspositori atau pembelajaran langsung (direct instruction). Sedangkan, pendekatan yang berpusat pada siswa antara lain menurunkan strategi discovery dan inquiry.
Berdasarkan cara perolehan bahan pembelajaran, pendekatan secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu pendekatan konsep dan pendekatan proses.
Adapun macam-macam dari pendekatan dalam pembelajaran adalah :
Djamarah, Syaiful bahri dan aswan zain. Strategi belajar mengajar. PT Rineka Cipta: Jakarta